PENDIDIKAN
BERKARAKTER
Dalam Rencana
Aksi Nasional Pendidikan Berkarakter ( 2010 ) : pendidikan karakter disebutkan
sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan berkarakter bukan
sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu,
pendidikan berkarakter menanamkan kebiasaan (
babituation ) yang benar dan yang salah, mampu merasakan ( afektif ) nilai
yang baik dan biasa melakukannya ( psikomotor ). Dengan kata lain, pendidikan karakter
yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan
yang baik ( moral knowing ), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving goog ( moral feeling ), dan perilaku yang baik ( moral action ). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus
dipraktikkan dan dilakukan.
Pendidikan
karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikir
baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia.
Dalam rangka
lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai
yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,
yaitu : (a) Religius, (b) Jujur, (c) Toleransi, (d) Disiplin, (e) Kerja keras,
(f) Kreatif, (g) Mandiri, (h) Demokrasi, (i) Rasa ingin tahu, (j) Semangat
kebangsaan, (k) Cinta tanah air, (l) Menghargai prestasi, (m)
Bersahabat/komunikatif, (n) Cinta damai, (o) Gemar membaca, (p) Peduli
lingkungan, (q) Peduli sosial, (r) Tanggung jawab (Pusat Kurikulum. Pengembangan
dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa : Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
Proses
pendidikan karakter didasarkan pada psikologis yang mencakup seluruh potensi
individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat. Pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada
hakekatnya seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif
dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konterks interaksi
(dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang
hayat. Konfigurassi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam:
a.
Olah hati (spiritual and emotional development)àberiman dan bertakwa, jujur, amanah, adil,
bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela
berkorkan, dan berjiwa patriotik.
b.
Olah pikir (intellectual development)àcerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu,
berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
c.
Olah raga dan
kinestetik (physical and kinesthetic
development)àbersih
dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat,
kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
d.
Olah rasa dan
karsa (affective and creativity
development)àramah,
saling menghargai, toleransi, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis,
kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk
Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
A.
Strategi di Tingkat Kementrian Pendidikan Nasional
Pendekatan yang
digunakan Kementrian Pendidikan Nasional dalam pendidikan karakter, yaitu :
1.
Stream Top Down
Dalam strategi
ini pemerintah menggunakan lima strategi yang dilakukan secara koheren, yaitu :
·
Sosialisasi
·
Pengembangan
regulasi
·
Pengembangan
kapasitas
·
Implementasi dan
kerjasma
·
Monitoring dan
evaluasi
2.
Stream Bottom Up
Pembangunan pada
jalur/tingkat (stream) ini diharapkan
dari inisiatif yang datang dari satuan pendidikan. Pemerintah memberikan
bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan melaksanakan
pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di lingkungan sekolah tersebut.
3.
Stream
Revitalisasi Program
Pada
jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan
pendidikan karakter dimana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan
ekstrakulikuler yang sudah ada dan sarat dengan nilai-nilai karakter.
Integrasi
Tiga Pendekatan (top down-bottom up-revitalisasi)
Kegiatan
jalur/tingkat top down yang lebih
bersifat intervensi, bottom up yang
lebih bersifat penggalian bestpractice
dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang sudah ada yang lebih
bersifat pemberdayaan. Ketiga pemberdayaan tersebut, hendaknya dilaksanakan
secara terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter di sekolah
sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk Pendidikan Karakter, (2010:28),
yaitu : kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan,
kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakurukuler.
B.
Strategi di Tingkat Daerah
Ada beberapa
langkah yang digunakan pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan
karakter, dimana semuanya dilakukan secara koheren.
1)
Penyusunan
perangkat kebijakan di tingkat kabupaten/kota
Untuk mendukung
terlaksananya pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan sangat
dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki
wewenang untuk mensinerjikan semua potensi yang ada di daerah tersebut termasuk
melibatkan instansi-instansi lain yang terkait dan dapat menunjang pendidikan
karakter ini.
2)
Penyiapan dan
penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan
karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan belum
mencirikan kekhasan daerah tertentu.oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan
penambahan baik indikator maupun niali itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah.
Selain itu juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk
menggandakan dan menyebutkan (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di
lingkungan masyarakat.
3)
Memberikan
dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat kabupaten/kota melalui
Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan
untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan
sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas
pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim profesional tingkat
daerah seperti tim TPK Kabupaten/kota.
4)
Dukungan sarana,
Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana,
prasarana, dan pembiayaan ditunjang bukan hanya terkait seperti dinas
pertamanan/pertanian dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif.
C.
Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi
pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan
dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi
dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan
pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan
penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan pengayaan.
a.
Kegiatan
Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
dalam rangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan
kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu garu dan peserta
didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata,
sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran
kontekstual mencakup beberapa strategi, yaitu : (a) pembelajaran berbasis
masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d)
pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja.
b.
Pengembangan
Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan
budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu :
·
Kegiatan rutin
Kegiatan rutin
yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten
setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari senin, pacara besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan, piket
kelas, shalat berjamaah, berbasis ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran
dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga
pendidik, dan teman.
·
Kegiatan spontan
Kegiatan yang
dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya,
mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan
untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
·
Keteladanan
Merupakan
perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam
memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan
menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan
dan kerapian, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerjakeras.
·
Pengkondisian
Pengkondisian
yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter,
misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan
pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam
kelas.
c.
Kegiatan
ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Demi
terlaksanannya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung
pendidikan karakter, perlu didukung dengan perangkat pedoman pelaksanaan,
pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan
pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ektrakurikuler yang sudah ada ke
srah pengembangan karakter.
d.
Kegiatan
keseharian di rumah dan di masyarakat
Agar pendidikan
karakter dapat dilaksanakan secara optimal, pendidikan karakter dapat
diimplementasikan sebagai berikut :
1.
Integrasi dalam
mata pelajaran yang ada
Mengembangkan
silabus dan RPP pada kompetensi yang telah ada sesuai dengan nilai yang akan
diterapkan.
2.
Mata pelajaran
dalam Mulok
·
Ditetapkan oleh
sekolah/daerah
·
Kompetensi
dikembangkan oleh sekolah/daerah
3.
Kegiatan
Pengembangan diri
§ Pembudayaan dan Pembiasaan
Ø Pengkondisian
Ø Kegiatan rutin
Ø Kegiatan spontanitas
Ø Keteladanan
Ø Kegiatan terprogram
§ Ekstrakurikuler
Pramuka; PMR; Kantin
Kejujuran
UKS; KIR; Olah raga,
Seni; OSIS
§ Bimbingan
Konseling
Pemberian layanan bagi
anak yang mengalami masalah
D.
Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Apabila
pendidikan karakter diintegrasikan dalam ko-kurikuler dan ekstrakurikuler akan
memerlukan waktu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Untuk itu,
penambahan alokasi waktu pembelajaran dapat dilakukan, misalnya :
a)
Sebelum
pembelajaran dimulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca surat-surat
pendek dari kitab suci, melakukan refleksi (masa hening) selama 15-20 menit.
b)
Dihari-hari
tertentu sebelum pembelajaran dimulai dilakukan kegiatan muhadarah (berkumpul
dihaaman sekolah) selama 35 menit. Kegiatan itu berupa baca Al-Quran dan
terjemahan, maupun siswa berceramah dengan tema keagamaan sesuai dengan
kepercayaab masing-masing dalam beberapa bahasa (bahasa Indonesia, bahasa
Inggris, dan bahasa Daerah, serta bahasa asing kainnya), kegiatan ajang
kretifitas seperti : menari, bermain musik dan baca puisi. Selain itu juga
dilakukan kegiatan bersih lingkungan dihari jumat atau sabtu.
c)
Pelaksanaan
ibadah bersama-sama disiang hari antara 30-60 menit.
d)
Kegiatan-kegiatan
lain diluar pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran selesai.
e)
Kegiatan untuk
membersihkan lingkungan sekolah sesudah jam pelajaran berakhir berlangsung
selama antara 10-15 menit.
E.
Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur
tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan
dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal
dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut
dilakukan melalui langkah-langkah berikut :
1.
Menetapkan indikator
dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
2.
Menyusun
berbagai instrumen penilaian
3.
Melakukan
pencatatan terhadap pencapaian indikator
4.
Melakukan
analisis dan evaluasi
5.
Melakukan tindak
lanjut
@ Dari uraian di atas, menurut saya pengelolaan kelas
dapat dilakukan dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh guru untuk
menciptakan suasana kelas yang efektif dan efisien. Beberapa teknik dapat
dilakukan, yaitu :
· Pada awal
pembelajaran guru yang membuat siswa tertarik dengan materi yang akan dibahas.
· Guru juga dapat
menggunakan media yang dapat mendukung proses pembelajaran.
· Penataan ruang
kelas juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Misalnya dengan menata
tempat duduk siswa, seperti bentuk U, bentuk meja konferensi, bentuk lingkaran
ataupun bentuk kelompok.
· Dalam proses
pembelajaran kualitas dari hasil pembelajaran lebih diutamakan dibanding dengan
kuantitas.
· Sebelum
melaksanakan proses pembelajaran guru harus melakukan persiapan terlebih
dahulu. Guru harus menyiapkan RPP, materi pembelajaran yang akan menunjang
proses pembelajaran yang akan dilakukan.
@ Saya pernah mengikuti seminar dengan pembicara Ibu
Siti Partini Suardiman, beliau menjelaskan bahwa pendidikan berkarakter tidak
hanya mengajarkan baik/buruk, benar/salah tetapi lebih kepada menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal yang baik
sehingga anak paham (kognitif) : baik/buruk, benar/salah; mampu merasakan
(afektik) : nilai yang baik; dan biasa melakukannya (domain perilaku). Poin
penting dari pendidikan berkarakter yaitu bahwa pendidikan berkarakter itu
tidak hannya untuk siswa atau mahasiswa saja, tetapi untuk semua orang.
§
Sumber :
·
Bahan Ajar Mata Kuliah Strategi
Pembelajaran PGSD UKSW 2012 (Pedoman
Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan pengalaman di satuan pendidikan rintisan).
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum dan Pembukuan 2011)