Total Tayangan Halaman

Senin, 26 Maret 2012

Noviasih 292010089 RS10C


PENDIDIKAN BERKARAKTER

Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Berkarakter ( 2010 ) : pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan berkarakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan berkarakter menanamkan kebiasaan ( babituation ) yang benar dan yang salah, mampu merasakan ( afektif ) nilai yang baik dan biasa melakukannya ( psikomotor ). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus  melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik ( moral knowing ), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving goog ( moral feeling ), dan perilaku yang baik ( moral action ). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikir baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu : (a) Religius, (b) Jujur, (c) Toleransi, (d) Disiplin, (e) Kerja keras, (f) Kreatif, (g) Mandiri, (h) Demokrasi, (i) Rasa ingin tahu, (j) Semangat kebangsaan, (k) Cinta tanah air, (l) Menghargai prestasi, (m) Bersahabat/komunikatif, (n) Cinta damai, (o) Gemar membaca, (p) Peduli lingkungan, (q) Peduli sosial, (r) Tanggung jawab (Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa : Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
Proses pendidikan karakter didasarkan pada psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konterks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurassi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam:
a.       Olah hati (spiritual and emotional development)àberiman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorkan, dan berjiwa patriotik.
b.      Olah pikir (intellectual development)àcerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
c.       Olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development)àbersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
d.      Olah rasa dan karsa (affective and creativity development)àramah, saling menghargai, toleransi, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

A.      Strategi di Tingkat Kementrian Pendidikan Nasional
Pendekatan yang digunakan Kementrian Pendidikan Nasional dalam pendidikan karakter, yaitu :
1.             Stream Top Down
Dalam strategi ini pemerintah menggunakan lima strategi yang dilakukan secara koheren, yaitu :
·         Sosialisasi
·         Pengembangan regulasi
·         Pengembangan kapasitas
·         Implementasi dan kerjasma
·         Monitoring dan evaluasi

2.             Stream Bottom Up
Pembangunan pada jalur/tingkat (stream) ini diharapkan dari inisiatif yang datang dari satuan pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di lingkungan sekolah tersebut.
3.             Stream Revitalisasi Program
Pada jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan pendidikan karakter dimana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan ekstrakulikuler yang sudah ada dan sarat dengan nilai-nilai karakter.


Integrasi Tiga Pendekatan (top down-bottom up-revitalisasi)
Kegiatan jalur/tingkat top down yang lebih bersifat intervensi, bottom up yang lebih bersifat penggalian bestpractice dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan. Ketiga pemberdayaan tersebut, hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter di sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk Pendidikan Karakter, (2010:28), yaitu : kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakurukuler.

B.       Strategi di Tingkat Daerah
Ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan karakter, dimana semuanya dilakukan secara koheren.
1)             Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat kabupaten/kota
Untuk mendukung terlaksananya pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan sangat dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk mensinerjikan semua potensi yang ada di daerah tersebut termasuk melibatkan instansi-instansi lain yang terkait dan dapat menunjang pendidikan karakter ini.
2)             Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan belum mencirikan kekhasan daerah tertentu.oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan penambahan baik indikator maupun niali itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan menyebutkan (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di lingkungan masyarakat.
3)             Memberikan dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim profesional tingkat daerah seperti tim TPK Kabupaten/kota.

4)             Dukungan sarana, Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana, dan pembiayaan ditunjang bukan hanya terkait seperti dinas pertamanan/pertanian dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif.

C.      Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan pengayaan.
a.              Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam rangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu garu dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran kontekstual mencakup beberapa strategi, yaitu : (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja.

b.             Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu :
·         Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari senin, pacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan  badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbasis ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.

·         Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.

·         Keteladanan
Merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan dan kerapian, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerjakeras.

·         Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas.

c.              Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Demi terlaksanannya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter, perlu didukung dengan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ektrakurikuler yang sudah ada ke srah pengembangan karakter.

d.             Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Agar pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara optimal, pendidikan karakter dapat diimplementasikan sebagai berikut :
1.      Integrasi dalam mata pelajaran yang ada
Mengembangkan silabus dan RPP pada kompetensi yang telah ada sesuai dengan nilai yang akan diterapkan.

2.      Mata pelajaran dalam Mulok
·         Ditetapkan oleh sekolah/daerah
·         Kompetensi dikembangkan oleh sekolah/daerah

3.      Kegiatan Pengembangan diri
§  Pembudayaan dan Pembiasaan
Ø  Pengkondisian
Ø  Kegiatan rutin
Ø  Kegiatan spontanitas
Ø  Keteladanan
Ø  Kegiatan terprogram
§  Ekstrakurikuler
Pramuka; PMR; Kantin Kejujuran
UKS; KIR; Olah raga, Seni; OSIS
§  Bimbingan Konseling
Pemberian layanan bagi anak yang mengalami masalah

D.      Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Apabila pendidikan karakter diintegrasikan dalam ko-kurikuler dan ekstrakurikuler akan memerlukan waktu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Untuk itu, penambahan alokasi waktu pembelajaran dapat dilakukan, misalnya :
a)             Sebelum pembelajaran dimulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca surat-surat pendek dari kitab suci, melakukan refleksi (masa hening) selama 15-20 menit.
b)             Dihari-hari tertentu sebelum pembelajaran dimulai dilakukan kegiatan muhadarah (berkumpul dihaaman sekolah) selama 35 menit. Kegiatan itu berupa baca Al-Quran dan terjemahan, maupun siswa berceramah dengan tema keagamaan sesuai dengan kepercayaab masing-masing dalam beberapa bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Daerah, serta bahasa asing kainnya), kegiatan ajang kretifitas seperti : menari, bermain musik dan baca puisi. Selain itu juga dilakukan kegiatan bersih lingkungan dihari jumat atau sabtu.
c)             Pelaksanaan ibadah bersama-sama disiang hari antara 30-60 menit.
d)            Kegiatan-kegiatan lain diluar pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran selesai.
e)             Kegiatan untuk membersihkan lingkungan sekolah sesudah jam pelajaran berakhir berlangsung selama antara 10-15 menit.

E.       Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut :
1.             Menetapkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
2.             Menyusun berbagai instrumen penilaian
3.             Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
4.             Melakukan analisis dan evaluasi
5.             Melakukan tindak lanjut
@ Dari uraian di atas, menurut saya pengelolaan kelas dapat dilakukan dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana kelas yang efektif dan efisien. Beberapa teknik dapat dilakukan, yaitu :
·     Pada awal pembelajaran guru yang membuat siswa tertarik dengan materi yang akan dibahas.
·      Guru juga dapat menggunakan media yang dapat mendukung proses pembelajaran.
·  Penataan ruang kelas juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Misalnya dengan menata tempat duduk siswa, seperti bentuk U, bentuk meja konferensi, bentuk lingkaran ataupun bentuk kelompok.
·    Dalam proses pembelajaran kualitas dari hasil pembelajaran lebih diutamakan dibanding dengan kuantitas.
·    Sebelum melaksanakan proses pembelajaran guru harus melakukan persiapan terlebih dahulu. Guru harus menyiapkan RPP, materi pembelajaran yang akan menunjang proses pembelajaran yang akan dilakukan.
@ Saya pernah mengikuti seminar dengan pembicara Ibu Siti Partini Suardiman, beliau menjelaskan bahwa pendidikan berkarakter tidak hanya mengajarkan baik/buruk, benar/salah tetapi lebih kepada menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga anak paham (kognitif) : baik/buruk, benar/salah; mampu merasakan (afektik) : nilai yang baik; dan biasa melakukannya (domain perilaku). Poin penting dari pendidikan berkarakter yaitu bahwa pendidikan berkarakter itu tidak hannya untuk siswa atau mahasiswa saja, tetapi untuk semua orang.










§      Sumber :
·         Bahan Ajar Mata Kuliah Strategi Pembelajaran PGSD UKSW 2012 (Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan pengalaman di satuan pendidikan rintisan). Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Pembukuan 2011)

Senin, 19 Maret 2012

Model Pembelajaran TGT


TUGAS STRATEGI PEMBELAJARAN
Nama         : Noviasih
NIM           : 292010089
Kelas          : RS10C

Model Pembelajaran             : Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
TGT pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan model pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 siswa, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. TGT hampir sama dengan STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu.
Nur dan Wikandari (2000) menjelaskan bahwa TGT telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.
1.             Pendekatan Kelompok Kecil dalam Teams Games Tournament
Pendekatan yang digunakan dalam TGT adalah pendekatan secara kelompok yaitu dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran. Pembentukan kelompok kecil akan membuat siswa semakin aktif dalam pembelajaran. Ciri dari pendekatan secara berkelompok dapat ditinjau dari segi.
a.       Tujuan Pengajaran dalam Kelompok Kecil
Tujuan pembelajaran dalam kelompok kecil yaitu :
·         Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
·         Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong royong.
·         Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam beajar sehingga setiap kelompok merasa memiliki tanggung jawab.
·         Mengembangkan kemampuan kepemimpinan dalam kelompok tersebut (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
b.      Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produkrif dalam pembelajaran diharapkan :
·         Anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok.
·         Siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab.
·         Setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan mendorong tmbulnya semangat tim.
·         Kelompok mewujudkan suatu kerja yang kompak (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
c.       Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok yaitu :
·         Pembentukan kelompok,
·         Perencanaan tugas kelompok,
·         Pelaksanaan, dan
·         Evaluasi hasil belajar kelompok.

 Ada 5 komponen utama dalam TGT, yaitu :
1.      Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2.      Kelompok ( team )
Kelompok biasanya terdiri dari 4-5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3.      Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dan penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memiliki kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai denga nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4.      Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5.      Team recognize ( penghargaan kelompok )
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapatkan julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.


2.             Implementasi Model Pembelajaran TGT
Dalam pengimplementasian hal yang harus diperhatikan yaitu :
a.              Pembelajaran terpusat pada siswa.
b.             Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi.
c.              Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan).
d.             Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim.
e.              Dalam kompetisi diterapkan sistem point.
f.              Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik.
g.             Kemajuan kelompok dapat diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan.
h.             Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal.
i.               Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak.


                             http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/